Monday, September 27, 2010

Pengenalan Procurement Method (Kaedah Perolehan)

Oleh: Mirza Zulfi, BSc (Hons), MRICS, IQSI

Secara harfiah ‘Procurement' - diambil dari kata ‘Procure' dalam bahasa Inggris yang berarti mendapatkan atau memperoleh - berarti tindakan untuk mendapatkan atau memperoleh. Sedangkan ‘Procurement Method' didefinisikan sebagai suatu metode atau tindakan untuk mendapatkan atau memperoleh suatu bangunan atau produk konstruksi.

Dalam banyak bidang ‘Procurement' diartikan sebagai ‘bagian pembelian'. Namun dalam kesempatan ini atau menurut terminologi Quantity Surveying, ‘Procurement Method' di definisikan atau diartikan seperti tersebut di atas.

Di banyak perusahaan atau institusi ‘Departemen Procurement' bertugas untuk mengadakan semua fasilitas yang dibutuhkan oleh perusahaan tersebut dari mulai kertas sampai kepada bangunan. Dalam kaitannya dengan pengadaan tersebut maka akan terjadi suatu interaksi antara permintaan dan pemenuhan permintaan tersebut. Dalam membuat suatu permintaan tentunya ada suatu standar-standar atas permintaan tersebut, baik yang berkaitan dengan volume, harga maupun kualitas. Untuk memenuhi permintaan dan standar tersebut, juga diperlukan suatu cara atau metode tentang bagaimana cara memenuhi permintaan tersebut. Metode tersebut harus dapat menjadi jalan terbaik dan dapat memenuhi semua persyaratan yang diminta dalam rangka pemenuhan permintaan tersebut.

Di dunia konstruksi ‘Procurement Method' diartikan sebagai suatu proses untuk mendapatkan suatu bangunan atau produk konstruksi sesuai dengan persyaratan yang dikeluarkan oleh Pemberi Tugas dan diwujudkan oleh Kontraktor dengan bantuan para Konsultan dengan menggunakan suatu sistim pengelolaan proyek tertentu yang disepakati semua pihak (Pemberi Tugas, Konsultan dan Kontraktor).

Membangun suatu proyek atau konstruksi akan melibatkan banyak pihak, baik yang bertindak sebagai Pemilik atau Pemberi Tugas, Perencana, Pelaksana dan Pengguna atau Pembeli produk konstruksi tersebut. Masing-masing pihak tersebut kemudian akan berinteraksi satu sama lain, sesuai perannya masing-masing sambil terus menjaga kepentingannya. Untuk melaksanakan peran masing-masing maka diperlukan suatu sistim atau cara pengelolaan yang dapat mengakomodir dan mengatur fungsi dan tugas masing-masing pihak.

Dari sudut pandang pengelolaan proyek, ‘Procurement Method' diartikan sebagai suatu metode yang digunakan untuk menggambarkan proses total atau integral dalam mewujudkan suatu proyek Pemberi Tugas, mulai dari tahap awal kebutuhan tersebut tercetus. Sesuai dengan definisi tersebut metode Procurement ini akan melibatkan beberapa aspek pekerjaan mulai dari manajemen, perencanaan, lelang sampai cara pengelolaan proyek. ‘Procurement Method' akan melibatkan aspek-aspek berikut:-

1. Sistim pelelangan/tender

2. Manajemen proyek

3. Jenis atau sifat kontrak

4. Tipe syarat kontrak

Pemilihan suatu sistim procuement sangat dipengaruhi oleh kriteria atau persyaratan Pemberi Tugas. Pemberi Tugas harus memberikan penjelasan atau menekankan kriteria atau persyaratan apa diantara waktu, kualitas dan biaya yang menjadi prioritasnya. Dari kriteria tersebutlah pemilihan sistim procurement dapat ditentukan atau dipilih.

Jika prioritas dari Pemberi Tugas adalah waktu, maka harus dicarikan metode procurement yang dapat mengelaborasikan antara perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan, sehingga dapat menekan waktu yang dibutuhkan untuk mewujudkan proyek tersebut. Jika prioritas Pemberi Tugas kualitas, maka harus dicarikan metode procurement yang memungkinkan perencanaan dilaksanakan secara seksama sehingga tidak menimbulkan kerancuan pada saat pelaksanaan pekerjaan yang berakibat pada berkurangnya kualitas hasil pekerjaan. Begitu juga, jika Pemberi Tugas memprioritaskan biaya dalam mewujudkan proyeknya, maka harus dicarikan metode procurement yang memungkinkan proyek direncanakan dan dilaksanakan seefisien dan seefektif mungkin sehingga tidak ada penghamburan biaya yang tidak perlu.

Jadi pemilihan metode procurement untuk suatu proyek tidak bisa disamaratakan. Metode procurement yang sesuai untuk satu proyek belum tentu cocok untuk proyek yang lainnya. Pemilihan metode procurement ini harus dibicarakan secara seksama antara Pemberi Tugas dan para Perencana, terutama Perencana yang berkaitan dengan pengelolaan proyek (Arsitek dan QS atau tim pengelolaan proyek dari Pemberi Tugas) dengan mempertimbangkan prioritas Pemberi Tugas, jenis dan lokasi proyek. Situasi keamanan dan ekonomi juga kadang mempengaruhi pemilihan metode procurement.

Secara umum metode atau sistim procurement ini dapat dibedakan menjadi 2 golongan besar, yaitu metode procurement tradisional dan metode procurement alternatif.

Yang dimaksud dengan metode procurement tradisional ini adalah dimana Perencana dan Pelaksana (kontraktor) berada pada dua organisasi yang berbeda. Dengan cara pengelolaan seperti itulah banyak bangunan pada waktu dulu (dan sampai sekarang juga) dibangun. Perencana, biasanya bekerja pada satu sisi dari suatu proses, sedangkan Kontraktor berada pada sisi lainnya dari proses tersebut. Dari dua posisi itulah suatu proyek dilaksanakan, yang sering kali tanpa adanya komunikasi yang baik di antara keduanya. Dari sistim tersebut sering terjadi kesenjangan komunikasi, desain Perencana sering kali sulit atau bahkan tidak dapat dilaksanakan oleh Kontraktor. Sistim yang memisahkan Perencana dan Pelaksana ini di akhir dekade 70an banyak mendapat sorotan, baik dalam kaitannya dengan desain maupun dalam kaitannya dengan waktu pelaksanaan.

Adapun Kontraktor yang biasa melaksanakan pekerjaan, biasa disebut dengan Kontraktor Utama (Main Contractor) yang mengikat kontrak langsung dengan Pemberi Tugas. Kontraktor Utama dalam melaksanakan pekerjaan akan memberikan bagian-bagian pekerjaannya kepada beberapa sub-kontraktor yang mengikat kontrak dengan Kontraktor Utama tersebut, bukan kepada Pemberi Tugas. Para sub-kontraktor tersebut biasanya mewakili satu bidang ketrampilan, seperti sub-kontraktor tiang pancang, sub-kontraktor pintu dan jendela sampai kepada pemasok tenaga kerja. Dengan sistim itulah banyak proyek telah diselesaikan.

Sistim ‘procurement' tradisional ini telah lama digunakan di Indonesia dan telah banyak diketahui oleh pelaku konstruksi di lapangan. Namun ada bebarapa hal dari sistim tradisional ini yang menjadi hambatan atau kendala, terutama yang berkaitan dengan akselerasi proyek dan komunikasi antara perencana dan pelaksana. Dengan sistim ini kemungkinan akselerasi proyek kurang dapat diakomodir, kalaupun dapat akan mengakibatkan adanya implikasi biaya yang cukup besar. Kendala lainnya adalah komunikasi. Dalam sistim tradisional ini, dimana posisi perencana dan pelaksana berada pada dua sisi yang berbeda, menyebabkan kurang lancarnya komunikasi dan kurang saling mendukung satu sama lain. Hal lain yang muncul sebagai implikasi dari sistim tradisional adalah adanya kesan ‘Kita dan Mereka' antara perencana dan pelaksana. Hal ini, dalam banyak kesempatan, menjadi hambatan yang cukup signifikan dalam komunikasi di lapangan. Pada saat industri konstruksi sedang ‘booming' sistim ini kurang dapat mendukung, antara lain karena alasan di atas.

Pada waktu industri konstruksi sedang ‘booming' dimana hampir semua Pemberi Tugas ingin proyeknya selesai dengan cepat agar tidak kehilangan trend dan momentum penjualan produknya. Karenanya, pada masa seperti ini diperlukan suatu sistim procurement yang dapat mengakomodir syarat atau kriteria waktu Pemberi Tugas. Sistim procurement tradisional dalam banyak hal kurang dapat mengakomodir persyaratan tersebut. Diperlukan suatu sistim procurement yang dapat mengakomodir akselerasi proyek tanpa mengurangi unsur pengendalian kualitas dan biaya proyek.

Dalam sistim procurement tradisional ini sebenarnya juga dikenal beberapa metode yang dapat mengakomodir akselerasi proyek, namun mempunyai beberapa kelemahan dalam kontrol atau pengendalian biaya. Selain itu, metode-metode tersebut, beberapa, tidak dapat memberikan informasi komitmen biaya Pemberi Tugas di awal proyek.

Secara umum metode procurement dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu Metode Procurement tradisional standar atau konvensional dan akselerasi. Berikut adalah beberapa sistim yang termasuk dalam kategori metode procurement tradisional.

1. Metode procurement tradisional - standar (konvensional)

•1.1 Sistim tradisional Kontraktor Utama - dengan BQ tetap (firm BQ)

•1.2 Sistim tradisional Kontraktor Utama - dengan Approximate BQ

•1.3 Sistim tradisional Kontraktor Utama - berdasarkan gambar/lukisan dan spesifikasi

2. Metode procurement tradisional - Akselerasi

•2.1 Sistim tradisional dengan Daftar Harga Satuan (Schedule of Rates)

•a. dengan mengacu kepada Standar Daftar Harga Satuan

•b. dengan mengacu kepada Daftar Harga Satuan ‘Ad-Hoc'

•c. dengan mengacu kepada Daftar Harga Satuan proyek sejenis

•2.2 Sistim tradisional dengan sistim Biaya Diganti (Cost Reimbursement)

•a. dengan metode ‘Cost plus Fee'

•b. dengan metode ‘Cost plus Fixed Fee'

•c. dengan metode ‘Target Cost plus Fixed Fee'

Golongan kedua dari sistim procurement adalah metode procurement alternatif. Sistim procurement alternatif adalah pengembangan sistim procurement tradisional yang dirasa tidak lagi dapat mengikuti perkembangan teknologi dan kebutuhan Pemberi Tugas atas bangunan atau proyek yang diinginkannya. Ciri utama dari sistim alternatif ini adalah usaha menggabungkan masa perencanaan ke masa pelaksanaan, berikut juga mengkombinasikan atau menggabungkan organisasi Perencana yang sebelumnya berada pada satu sisi yang berbeda dengan Kontraktor ke dalam satu organisasi dengan Kontraktor. Dengan kata lain Perencana dan Kontraktor dicoba untuk berada pada sisi yang sama.

Beberapa alasan yang digunakan untuk mengembangkan sistim alternatif ini adalah:-

a. Makin lamanya waktu pelaksanaan proyek konstruksi dan makin rumitnya bangunan pada saat ini mengakibatkan makin banyaknya investasi yang harus ditanam untuk membiayai proyek.

b. Tingginya suku bunga mengakibatkan makin besarnya bunga yang harus ditanggung Pemberi Tugas dalam membiayai proyeknya, jika pelaksanaan konstruksi terlalu lama.

c. Makin bertambahnya pengetahuan Pemberi Tugas akan tata laksana konstruksi dan industri konstruksi sehingga mereka makin memperhitungkan faktor ‘Value for Money' dan menginginkan makin cepatnya investasi mereka kembali.

d. Canggihnya atau makin canggihnya teknologi konstruksi membutuhkan kualitas yang lebih tinggi dari industri konstruksi.

e. Adanya kecenderungan ‘Mereka dan Kita' antara Perencana dan Kontraktor sehingga menyebabkan jurang pemisah antara keduanya yang pada akhirnya mengakibatkan sasaran utama proyek tidak tercapai atau tidak sempurna tercapai.

Karena alasan-alasan tersebut di atas tersebut dalam sistim alternatif ini masalah waktu sangat ditekankan dan menjadi perhatian ekstra. Untuk menekan waktu, baik dalam masa perencanaan maupun dalam masa pelaksanaan, segala usaha dicari. Selain itu masalah ‘Mereka dan Kita' coba dihilangkan dengan mengikutsertakan kontraktor di tahap awal perencanaan untuk dimintakan pendapat dan ilmunya dalam pemecahan masalah perencanaan yang berhubungan dengan pelaksanaan. Hal ini dilakukan semata-mata untuk mendapatkan sasaran proyek, waktu, kualitas dan biaya secara efektif dan efisien.

Di Indonesia metode procurement alternatif ini mulai banyak digunakan pada dekade 70an dan mencapai puncaknya pada akhir dekade 80 dan awal 90. Pada saat itu industri konstruksi di Indonesia sedang mengalami masa booming. Banyak Pemberi Tugas menginginkan proyeknya selesai dalam waktu yang singkat, agar tidak kehilangan momentum penjualan dan menghindari beban bunga bank yang tinggi.

Seperti telah disebutkan di atas bahwa metode procurement alternatif ini mencoba menarik masa pelaksanaan ke dalam masa perencanaan, sehingga awal pelaksanaan pekerjaan dapat dipercepat. Hal ini akan mengurangi masa pelaksanaan pekerjaan cukup signifikan. Dengan dipercepatnya awal masa pelaksanaan, maka perencana harus melakukan perencanaannya secara simultan mengikuti perkembangan pelaksanaan pekerjaan. Perencanaan harus dilakukan dalam paket-paket pekerjaan sesuai jadual pelaksanaan pekerjaan. Kontraktor pelaksana pekerjaan juga dapat disesuaikan dengan paket pekerjaan, tidak harus satu kontraktor yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan. Hal ini akan dapat mengurangi biaya konstruksi karena kontraktor pelaksana pekerjaan merupakan kontraktor spesialis sesuai dengan paket pekerjaan sehingga Pemberi Tugas tidak perlu membayar ekstra keuntungan dan upah jasa koordinasi kepada Kontraktor Utama.

Dalam metode alternatif ini perencanaan juga dapat diberikan atau dilaksanakan oleh Kontraktor agar waktu pelaksanaan dapat dipercepat. Dari sisi Pemberi Tugas hal ini akan memudahkan pengendalian proyek, karena penanggung jawab proyek hanya ada satu organisasi baik untuk perencanaan maupun pelaksanaan.

Secara umum metode procurement alternatif, seperti metode tradisional, juga dapat dibagai menjadi 2 kelompok besar, yaitu metode procurement alternatif ‘Semi Accellarated' atau metode normal dan ‘Accellarated'. Berikut adalah beberapa sistim yang termasuk ke dalam metode procurement alternatif:-

1. Metode procurement alternatif - ‘Semi Accellarated' atau Normal Sistim Hybrid

•a. Sistim procurement menggunakan ‘Project Management'

•b. Sistim procurement ‘Joint Venture'

2. Metode procurement alternatif - ‘Accellarated'

•2.1 Metode procurement alternatif dengan ‘Design Based'

•a. Metode procurement alternatif - Rancang Bangun (Design and Build)

•b. Metode procurement alternatif - Develop and Construct

•c. Metode procurement alternatif - Turnkey atau Package Deal

•2.2 Metode procurement alternatif dengan ‘Management Based'

•a. Metode procurement alternatif - Management Contracting

•b. Metode procurement alternatif - Construction Management

•c. Metode procurement alternatif - Design and Manage

Ada banyak metode procurement yang tersedia sebagai sarana pengelolaan pengadaan bangunan atau produk konstruksi lainnya, yang dapat digunakan sesuai karakter proyek dan syarat dari Pemberi Tugas. Pemilihan metode yang tepat akan menghasilkan produk konstruksi yang dapat memenuhi persyaratan yang diberikan. Pemilihan metode procurement yang tepat harus selalu dipikirkan secara matang dan hati-hati agar tidak terjadi pekerjaan ‘abortive' di tengah proyek. Jika memang sarana dan prasarana tidak memungkinkan untuk menggunakan metode procurement tertentu, maka jangan dipaksakan karena setiap proyek mempunyai karakter tersendiri dalam pelaksanaannya. Seringkali pemilihan metode procurement hanya didasarkan kepada kebiasaan dan coba-coba. Hal ini akan mengakibatkan kurang lancarnya pelaksanaan proyek dan sering mengakibatkan kerancuan, baik dalam pengelolaan proyek maupun dalam pengelolaan administrasi kontrak.

Seperti telah disebutkan di atas bahwa sistim procurement melibatkan beberapa aspek dari mulai pelelangan, sifat atau tipe kontrak, pengelolaan proyek dan syarat kontrak, maka pemilihan metode procurement yang tepat akan menjadi sesuatu yang krusial. Seluruh aspek tersebut adalah merupakan urat nadi dari proses perwujudan suatu proyek.

Hal lain yang juga sangat berpengaruh dalam kelancaran perwujudan suatu proyek adalah pemahaman para pelaku konstruksi, baik Pemberi Tugas, Perencana dan Kontraktor. Semua pihak harus memahami fungsi dan peran masing-masing pada setiap sistim procurement yang digunakan, selain juga harus memahami sistim procurement tersebut. Jika para pelaku konstruksi kurang atau tidak mengerti metode procurement, maka dalam pelaksanaannya juga pasti akan mengalami kerancuan atau bahkan hambatan. Adanya keseragaman atau pemahaman yang sama atas metode procurement yang dipilih dan digunakan akan sangat membantu kelancaran pelaksanaan proyek dan terpenuhinya kriteria atau syarat Pemberi Tugas.

http://www.iqsi.org/index.php?option=com_content&view=article&id=79:pengenalan-procurement-method&catid=48:jurnal-iqsi&Itemid=64

No comments: