Tuesday, June 28, 2011

Quantity Surveyor

Location: Texas, USA

Description:
The Quantity Surveyor is responsible for developing subcontract inquiry packages;
developing contractual documents and reviewing with subcontractors to ensure inclusion of all relevant aspects; ensuring that subcontract’s terms and PO terms comply with client contract documents; generation of bid response comparison tables and bid analysis; ensuring completeness of bid packages compiled for the approved bidders list; coordination of clarification meetings with bidders; development of bidders short list; provide recommendations to project management; issuance of bid packages; development of definitive contract document; review with successful bidder and preparation of documents for final signature; and maintenance of variation order system and coordinating the integration of changes into the project budget large project ($500M).

The Quantity Surveyor should be able to work on multiple EPC projects concurrently, pre and post award, assist with bids, be knowledgeable in the preparation of Bills of Quantities, Specifications, negotiations with Subcontractor’s for account valuation and final measurement, contract compilation and issue (in strict conjunction with legal), assist project management with Owner and Subcontractor work execution, accurate cost reporting and forecasting support to finance, while supporting Management in claims and change order mitigation.

REQUIREMENTS

Qualified candidates will possess a four year degree and accreditation from either RICS (Royal Institution of Chartered Surveyors), or CIOB (Chartered Institute of Building). In addition, qualified candidates will possess at least 15 years of industry experience, with a preference for international EPC or Oil and Gas experience. This experience will encompass a deep experience in sales and lease contracts; executing contract negotiations and claims; commercial post contract experience; dispute resolution; deep insight in financial field; and broad insight into the relationship between project’s execution and its contractual consequences.

Periodic international travel averaging 20% annually for customer and vendor contacts or for site support is required.

http://blog.atlantisrecruitment.com/?p=512

Fixed Lump Sum Price

Secara umum, kontrak Fixed Lump Sum Price adalah : Suatu kontrak di mana volume pekerjaan yang tercantum dalam kontrak tidak boleh diukur ulang atau dalam bahasa Inggris: "A Fixed Lump Sum Price Contract is a contract where the Bill of Quantity is not subject to remeasurement".

Peraturan Pemerintah (PP) No. 29/2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi memberikan batasan/definisi bentuk kontrak kerja konstruksi dengan bentuk imbalan Lump Sum sebagaimana tersebut dalam Pasal 21 ayat (6) sebagai berikut:

"Kontrak Kerja Konstruksi dengan bentuk imbalan lump sum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) huruf a angka 1 merupakan kontrak Jasa atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam Jangka waktu tertentu dengan jumlah harga yang pasti dan tetap serta semua risiko yang mungkin terjadi dalam proses penyelesaian pekerjaan yang sepenuhnya ditanggung oleh Penyedia Jasa sepanjang gambar dan spesifikasi tidak berubah". Selanjutnya dalam penjelasan mengenai Pasal 21 ayat (1) tertulis: "Pada pekerjaan dengan bentuk Lump Sum, dalam hal terjadi pembetulan perhitungan perincian harga penawaran, karena adanya kesalahan aritmatik maka harga penawaran total tidak boleh diubah. Perubahan hanya boleh dilakukan pada salah satu atau volume atau harga satuan, dan semua risiko akibat perubahan karena adanya koreksi aritmatik menjadi tanggung jawab sepenuhnya Penyedia Jasa, selanjutnya harga penawaran menjadi harga kontrak /harga pekerjaan".

Robert D.Gilbreath dalam buku Managing Construction Contracts pada halaman 43 menulis mengenai lump sum sebagai berikut (Terjemahan bebas Penulis)

"Harga Pasti: Suatu harga yang pasti dan tertentu telah disetujui para pihak sebelum kontrak ditandatangani. Harga ini tetap tidak berubah selama berlakunya kontrak dan tidak dapat diubah kecuali karena perubahan lingkup pekerjaan atau kondisi pelaksanaan dan perintah tambahan dari Pengguna Jasa. Dalam kontrak Lump Sum, risiko biaya bagi pengguna Jasa minimal (kecil) memberi cukup pengawasan atas pelaksanaan dan pengikatan".

Mc.Neil Stokes dalam buku Construction Law in Contractor's Language pada halaman 33 menulis mengenai kontrak fixed price sebagai berikut (Terjemahan bebas Penulis):

"Kontrak Harga Pasti
Bentuk kontrak yang paling biasa adalah perjanjian Lump Sum, di mana Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa sepakat pada suatu jumlah pasti yang harus dibayar oleh Pengguna Jasa kepada Penyedia Jasa untuk pelaksanaan seluruh pekerjaan. Penyedia Jasa memikul risiko untuk dapat melaksanakan seluruh pekerjaan dengan jumlah biaya tercantum dalam kontrak. Keuntungan Penyedia Jasa, bilamana ada, didapat dari selisih antara nilai kontrak dan biaya yang dikeluarkan Penyedia Jasa, termasuk overhead dan biaya-biaya tidak langsung. Oleh karena itu, Penyedia Jasa harus menambahkan sejumlah biaya untuk menutupi risiko-risiko kenaikan biaya/harga-harga.

Dalam memperkirakan biaya pekerjaan kontrak harga pasti, Penyedia Jasa mengajukan penawaran dengan mempertimbangkan kondisi terburuk yang mungkin mempengaruhi dengan biaya. Hal ini dikaitkan dengan harga untuk memperoleh pekerjaan melalui proses penawaran rendah. Biasanya Pengguna Jasa membayar harga-harga pasti yang mengarah pada tingkatan-tingkatan maksimum biaya yang diantisipasi tidak pandang apakah biaya maksimum ini benar terjadi atau tidak. Penyedia Jasa biasanya tidak akan mendapat kenaikan biaya untuk harga-harga yang meningkat jika tidak ada pasal yang mengatur mengenai kenaikan harga dalam kontrak. Akan tetapi hal ini tidak menghalangi Penyedia Jasa untuk mengajukan klaim atas perubahan yang wajar dalam hal biaya-biaya bertambah karena perubahan dalam kebutuhan kontrak, atau karena tindakan dari Pengguna Jasa atau wakilnya."

Dari keempat batasan/definisi di atas, terlihat bahwa tak satu pun dari pengertian mengenai kontrak fixed lump sum price yang menyatakan bahwa dalam kontrak bentuk ini, volume pekerjaan asli dalam kontrak boleh diukur kembali dan nilai kontrak tidak boleh berubah seperti pengertian sebagian orang. Hal ini mungkin disebabkan ada kata "fixed" sehingga diartikan nilai kontrak tidak boleh berubah. Ini adalah suatu kekeliruan besar/salah kaprah dan di masa mendatang, pengertian yang keliru ini harus diperbaiki. Memang benar, selama tidak ada perubahan pekerjaan yang mengakibatkan pekerjaan bertambah dan atau berkurang, nilai kontrak tetap tidak berubah.

Sumber:
Buku "Mengenal Kontrak Konstruksi di Indonesia" - Ir. Nazarkhan Yasin.

http://www.masardiyuono.co.cc/2011/05/fixed-lump-sum-price.html

25 Faktor Keterlambatan Proyek

Proyek sering mengalami keterlambatan. Bahkan bisa dikatakan hampir 80% proyek mengalami keterlambatan. Jeleknya, keterlambatan proyek sering berulang pada aspek yang dipengaruhi maupun faktor yang mempengaruhi. Seringnya terjadi keterlambatan proyek dan berulangnya kejadian ini, menarik perhatian untuk ditulis. Tulisan ini adalah bagian pertama dari beberapa tulisan yang akan mengulas mengenai keterlambatan proyek.

Waktu (Time) adalah salah satu constraint dalam Project Management di samping biaya (Cost), dan kualitas (Quality). Keterlambatan proyek akan berdampak pada aspek lain dalam proyek. Sebagai contoh, meningkatnya biaya untuk effort mempercepat pekerjaan dan bertambahnya biaya overhead proyek. Dampak lain yang juga sering terjadi adalah penurunan kualitas karena pekerjaan “terpaksa” dilakukan lebih cepat dari yang seharusnya sehingga memungkinkan beberapa hal teknis “dilanggar” demi mengurangi keterlambatan proyek.

Keterlambatan proyek akan menyebabkan kerugian bagi pihak Pemilik Proyek yang tidak sedikit. Kehilangan opportunity karena proyek belum bisa menghasilkan profit sudah sering terjadi. Kejadian ini umunya menjadi sumber konflik baru bagi Penyedia Jasa dan Pemilik Proyek. Itu bagi Pemilik Swasta. Bagi proyek pemerintah, misalnya pada proyek rumah sakit, maka kerugian akan mengarah pada kerugian non-materiil seperti tertundanya penggunaan ruang operasi yang sifatnya urgent sehingga pasien harus dirujuk ke rumah sakit lain jika tidak operasinya ditunda.

Tulisan ini menjadi fokus karena aspek yang terpengaruh dan yang mempengaruhi keterlambatan proyek ternyata sering berulang. Artinya, pelaku proyek sering menganggap remeh kejadian keterlambatan proyek dan tidak menjadikan kejadian itu sebagai lesson learn dalam pelaksanaan proyek berikutnya.

Keterlambatan proyek dapat dilihat dalam dua hal seperti yang telah disebutkan di atas yaitu aspek yang terpengaruh dan faktor yang mempengaruhi atau yang menjadi penyebab. Adapun faktor yang terpengaruh yang menyebabkan proyek terlambat adalah:

Keterlambatan terkait material
Keterlambatan terkait tenaga kerja
Keterlambatan terkait peralatan
Perencanaan yang tidak sesuai
Lemahnya kontrol waktu proyek
Keterlambatan Subkontraktor
Koordinasi yang lemah
Pengawasan yang tidak memadai
Metode pelaksanaan yang tidak sesuai
Kurangnya personil secara teknikal
Komunikasi yang lemah

Aspek yang terpengaruh di atas, rasanya cukup mudah untuk dipahami dan memang sering dirasakan oleh pelaku proyek. Sebagai contoh, pada pelaksanaan proyek di Kalimantan apalagi lokasi proyek berada jauh dari pusat kota, sering terjadi keterlambatan material, tenaga kerja, peralatan, dan subkontraktor. Pada proyek dengan kerumitan atau kompleksitas tinggi, aspek yang sering terjadi adalah perencanaan yang tidak sesuai, kurangnya personil secara teknis, dan koordinasi yang lemah. Sedangkan aspek lemahnya kontrol waktu, pengawasan yang tidak memadai, dan komunikasi yang lemah umumnya terjadi pada proyek yang menghadapi masalah-masalah internal tim proyek itu sendiri. Penjelasan di atas adalah pendekatan pengalaman. Tentu harus dikaji lebih teliti.

Suatu penelitian yang dilakukan M.Z. Abd. Majid dan Ronald Mc.Caffer membuat korelasi antara faktor yang mempengaruhi aspek-aspek dalam hal schedule pelaksanaan proyek. Sebagai contoh adalah keterlambatan terkait material dipengaruhi oleh faktor-faktor pengiriman terlambat / mobilisasi yang lamban, supplier / subkontraktor yang tidak handal, material rusak, perencanaan yang kurang, kualitas yang jelek, kurangnya monitor dan kendali, dan komunikasi yang tidak efisien. Mengenai korelasi ini akan dibahas lebih lanjut dalam tulisan berikutnya.

Lebih lanjut pada penelitian tersebut, dilakukan analisis mengenai faktor yang berkontribusi pada keterlambatan proyek yang dikaji dari penelitian sebelumnya. Hasilnya diperoleh suatu peringkat 25 faktor yang paling berkontribusi atau paling mempengaruhi keterlambatan proyek. Lihat tabel berikut ini:



Tabel di atas diperoleh dari review penelitian yang melibatkan 900 organisasi proyek baik di negara maju maupun negara berkembang. Agak menarik bahwa tidak ada perbedaan faktor yang signifikan yang menyebabkan keterlambatan proyek pada negara maju maupun negara berkembang. Artinya faktor-faktor di atas dapat dijadikan acuan dalam menelusuri faktor keterlambatan proyek.

Lalu apa yang bisa kita manfaatkan dari tabel di atas? Jika proyek Anda terlambat, Tabel di atas akan bermanfaat sebagai suatu daftar checklist untuk mengidentifikasi faktor yang menjadi penyebab keterlambatan proyek. Tentu dengan memperhatikan ranking yang telah ada. Menemukan penyebab adalah langkah awal penting yang harus dilakukan dalam rangka memetakan masalah-masalah yang menyebabkan keterlambatan proyek. Solusi atau strategi yang tepat untuk mengatasi keterlambatan akan lebih mudah didapatkan jika proyek telah memetakan faktor-faktor utama yang menyebabkan proyek mengalami keterlambatan. Semoga bermanfaat.

Sumber : Management Proyek

http://www.masardiyuono.co.cc/2011/05/25-faktor-keterlambatan-proyek.html

I’m a Quantity Surveyor get me out of here!

One of the things that is most talked about in the industry is late payments. It is a buzzword, another idealism that doesn’t transpire to the actual working practices seen every day in this industry.

I have to say that late payment has to be the topic that sends me over the edge most often… not financially but mentally.

When you run a business and it doesn’t matter what kind it is, there are 3 key stages that I have found in business, they are:

1. Finding the work and winning it

2. Actually doing the work

3. Getting paid for the work.

Every time that I have done business with people in the construction industry I have always found that the middle one is the easiest.

When you consider that throughout the industry there are lots of different people employed, all having different qualifications and coming from different training backgrounds, but there is one special particular group of people I want to focus your mind on in this blog post and that is the men and women who work in the Accounts Department of Main Contractors.

These people are the most powerful people in the supply chain – yes you read that right – forget the SubContract Buyers, the Supply Chain Managers, the QS’s and anyone else with a nice sounding title it is Mr Smith and Mrs Brown from SubContract Accounts!!!!

Now when you picture these people in your mind’s eye just thing about the ones you have dealt with in the past, think back to all the times you have spoken to them, the lovely conversations you have shared and the trusting relationship you have built up. (Hmm I don’t think so.)

Let me run through the experiences that I have had when trying to get paid – see if this looks familiar
*work finished

*send invoice with payment due date

*payment due date passes without a word

*chase payment speak to accounts (1st call) – first question they ask without fail is ‘who did you send the invoice to?’, then they proceed to say : ‘well I haven’t seen that invoice, you will need to go back and get them to authorise it’ – ‘OK’ you say and you do that
speak to accounts (2nd call) – you say – ‘chasing up the payment RE xxx’ and they say ‘oh haven’t got that invoice through yet from X , phone back at the end of the week’
*speak to accounts (3rd call) – you say ‘ yes it is me again chasing the payment’ and they say (AND HERE IS THE PUNCHLINE) ‘ Oh yeah , we’ve got that now’ you say ‘YES!!, when will it be paid’ and they say‘ well, unfortunately we have missed this month’s cheque run and so it won’t go through until next month now – sorry ‘

*at this point I usually get off the phone and swear to myself that I will never work in construction again and make a promise to myself that I will retrain to be a traffic warden who share the same ethical values and reasoning abilities that everyone working in an Accounts department I have ever spoke to has.

One of the biggest questions that burdens me when I go to sleep at night is, Where do these people that work in the accounts departments all train ? - what part of the syllabus for accounting technicians or accountants teaches them to all have the same attitudes, the same tactics and the same tricks to avoid paying people on time. BE UNDER NO ILLUSION THAT IS WHAT IT IS ALL ABOUT, NOT PAYING ON TIME.

When they drafted the Housing Grants, Construction and Regeneration Act 1996 did all those clever people who wanted to ensure late payments be counteracted take into account the ‘call centre’ mentality of the staff in Accounts Department.

(Imagine a construction related Harry Enfield and Paul Whitehouse sketch) If I were to submit an invoice next year to a Contractor and then to phone up their accounts department when it doesn’t get paid and to be put through to a call centre in a developing economy and to be told ‘sorry you have missed the cheque run’ I would say ‘ Oi Message to Contractors – sort out those people in the accounts and tell them to buck up their act !! or I’ll give you a parking ticket !!’

http://www.thequantitysurveyor.com/