Wednesday, January 7, 2009
Learning From Other QS 3
KILAS BALIK SELAMA 3.5 TAHUN MENJADI QUANTITY SURVEYOR ENGINEER (QS)
Sebuah peribahasa asing yang berbunyi “The Man who has no Dream has no Wings to Fly High” sangat tepat untuk menjadi pedoman setiap langkah. Fokus pada impian dan komitmen adalah modal utama untuk terus bertahan dalam setiap tantangan. Selama baru 3.5 tahun menjadi QS cukup banyak pengalaman yang saya petik, terutama 2 tahun belakangan menjadi pekerja disalah satu badan PBB di Aceh memberikan input yang lumayan berarti.
Tulisan ini disusun karena tepat pada hari ini adalah hari pertama masuk kerja di Aceh 2 tahun yang lalu. Mengenang selama meniti hari-hari kerja disebuah lembaga internasional dengan berbagai persoalannya secara teknis maupun non-teknis adalah perlu agar bisa bercermin dan berbuat yang lebih baik di hari depan.
Menjadi seorang QS bertanggung jawab menyiapkan dokumen kontrak dengan kualitas yang baik dan merujuk “Design Codes” yang berlaku umum di Indonesia yaitu SNI (Standard Nasional Indonesia). Dalam Scope of Assignment disebutkan antara lain; Mengerjakan dengan baik perhitungan quantity semua pekerjaan Arsitektural, Sipil dan Struktural, dan semua yang telah didisain oleh technical staff, Berkoordinasi dengan semua design team dan menyusun dengan detail, akurat dan lengkap Bill Of Quantities untuk keperluan tender, Mengkoordinasi dan mengatur proses survey harga material bangunan berdasarkan harga terkini, Menyiapkan dengan detail Engineers Estimate untuk tujuan evaluasi proses tender serta menjaga kerahasiaan semua dokumen tender, dst. Dalam menjalankan semua penugasan diatas InsyaAllah tidak ada masalah yang berarti namun yang lebih banyak adalah faktor non-teknis.
Faktor non-teknis yang saya maksud antara lain ketika melakukan survey harga material terkini dimana saya harus ke toko-toko material dikota. Hal ini lah yang menjadi dilema hingga menimbulkan perasaan batin yang tidak nyaman terutama kepada pada penjual material bahan bangunan itu sendiri. Yang saya lakukan adalah bertanya secara langsung bahkan terkadang pura-pura seperti kontraktor yang akan membeli material yang mereka jual hingga mereka mau memberikan harga material yang saya perlukan bahkan saya coba untuk menawar atau harga pasnya bahkan ada diskon apa tidak, walupun sebenarnya cuma bertanya, hanya bertanya saja. Atau terkadang harus mengatakan “..Saya butuh besi 10 polos, sekarang harganya kena berapa ko’ per batangnya..?” atau “..Bang Pompa Air merk Grun Fost 350 Watt berapa kenanya? ..ready stock ngga’, kita butuh sekarang nih!.” padahal tidak butuh, tapi hanya perlu informasi harganya saja. Bahkan terkadang harus bilang “ …saya dari konsultan, nanti kontraktor kami yang beli kesini…” ketika mereka bertanya “…dari mana Bang..?” atau “..untuk projek apa Bang?, dimana tuh,..?” dan segala macam pertanyaan dari penjual. Hal tersebut harus saya lakukan karena jika tidak mereka para penjual atau pemilik took tidak akan memberikan harga yang sebenarnya atau hanya sekedar ogah-ogahan sekenanya. Susahnya lagi tidak ada perjanjian dalam kontrak bahwa kontraktor harus membeli material dari took yang kami minta informasi harganya, jadi kontraktor bebas mau membeli material dari mana saja atau mereka punya langganan took sendiri tidak harus dari tempat kami melakukan survey. Lebih tidak nyaman lagi untuk kota kecil seperti Banda Aceh ini toko material yang besar dapat dihitung dengan jari, dan disitulah tempat kami survey, dan itu-itu saja, secara otomatis mereka sedikit banyak pasti mengenali wajah-wajah kami yang hanya bertanya-bertanya saja tapi tak kunjung datang PO (Purchase Order)-nya. Disitulah timbul rasa malu dan tidak nyaman jika dilain waktu dan kesempatan harus bertemu atau butuh informasi harga terbaru dari mereka.
Selain masalah diatas, percikan-percikan kecil dalam hubungan pekerjaan ada juga terjadi baik sesama national staff maupun dengan international staff, dan itu lumrah terjadi selama masih dalam batas profesionalisme pekerjaan dan tidak merusak hubungan pertemanan. Apalagi dalam situasi kerja yang monoton terkadang juga dalam pressure tinggi dan scope project yang itu-itu saja dengan berbagai latarbelakang team dan asal daerah / negara. Ada sebuah peribahasa asing yang mengungkapkan hal ini “When You Bring a Single light of Peace It will Brighten up Where ever You Go”.
Namun terlepas dari itu, cerita nyata diatas saya anggap sebagai tantangan pekerjaan. Jika masih ingin bertahan disini, berarti harus melakukan dan melawatinya dengan baik tentunya sambil terus mengasah diri untuk terus melakukan perbaikan dan bertumbuh. Impian dan harapan akan masa depan yang lebih baik bersama keluarga adalah kekuatan untuk terus bertahan selain sebuah sabda Rasulullah SAW yang berbunyi kurang lebih “Tidak ada lain bagi laki-laki yang keluar dari rumah dan bekerja demi keluarganya selain diharamkan baginya api neraka”, InsyaAllah, Amin.
http://ekosupriyadi.blogspot.com/2009/01/kilas-balik-selama-35-tahun-menjadi.html
Sebuah peribahasa asing yang berbunyi “The Man who has no Dream has no Wings to Fly High” sangat tepat untuk menjadi pedoman setiap langkah. Fokus pada impian dan komitmen adalah modal utama untuk terus bertahan dalam setiap tantangan. Selama baru 3.5 tahun menjadi QS cukup banyak pengalaman yang saya petik, terutama 2 tahun belakangan menjadi pekerja disalah satu badan PBB di Aceh memberikan input yang lumayan berarti.
Tulisan ini disusun karena tepat pada hari ini adalah hari pertama masuk kerja di Aceh 2 tahun yang lalu. Mengenang selama meniti hari-hari kerja disebuah lembaga internasional dengan berbagai persoalannya secara teknis maupun non-teknis adalah perlu agar bisa bercermin dan berbuat yang lebih baik di hari depan.
Menjadi seorang QS bertanggung jawab menyiapkan dokumen kontrak dengan kualitas yang baik dan merujuk “Design Codes” yang berlaku umum di Indonesia yaitu SNI (Standard Nasional Indonesia). Dalam Scope of Assignment disebutkan antara lain; Mengerjakan dengan baik perhitungan quantity semua pekerjaan Arsitektural, Sipil dan Struktural, dan semua yang telah didisain oleh technical staff, Berkoordinasi dengan semua design team dan menyusun dengan detail, akurat dan lengkap Bill Of Quantities untuk keperluan tender, Mengkoordinasi dan mengatur proses survey harga material bangunan berdasarkan harga terkini, Menyiapkan dengan detail Engineers Estimate untuk tujuan evaluasi proses tender serta menjaga kerahasiaan semua dokumen tender, dst. Dalam menjalankan semua penugasan diatas InsyaAllah tidak ada masalah yang berarti namun yang lebih banyak adalah faktor non-teknis.
Faktor non-teknis yang saya maksud antara lain ketika melakukan survey harga material terkini dimana saya harus ke toko-toko material dikota. Hal ini lah yang menjadi dilema hingga menimbulkan perasaan batin yang tidak nyaman terutama kepada pada penjual material bahan bangunan itu sendiri. Yang saya lakukan adalah bertanya secara langsung bahkan terkadang pura-pura seperti kontraktor yang akan membeli material yang mereka jual hingga mereka mau memberikan harga material yang saya perlukan bahkan saya coba untuk menawar atau harga pasnya bahkan ada diskon apa tidak, walupun sebenarnya cuma bertanya, hanya bertanya saja. Atau terkadang harus mengatakan “..Saya butuh besi 10 polos, sekarang harganya kena berapa ko’ per batangnya..?” atau “..Bang Pompa Air merk Grun Fost 350 Watt berapa kenanya? ..ready stock ngga’, kita butuh sekarang nih!.” padahal tidak butuh, tapi hanya perlu informasi harganya saja. Bahkan terkadang harus bilang “ …saya dari konsultan, nanti kontraktor kami yang beli kesini…” ketika mereka bertanya “…dari mana Bang..?” atau “..untuk projek apa Bang?, dimana tuh,..?” dan segala macam pertanyaan dari penjual. Hal tersebut harus saya lakukan karena jika tidak mereka para penjual atau pemilik took tidak akan memberikan harga yang sebenarnya atau hanya sekedar ogah-ogahan sekenanya. Susahnya lagi tidak ada perjanjian dalam kontrak bahwa kontraktor harus membeli material dari took yang kami minta informasi harganya, jadi kontraktor bebas mau membeli material dari mana saja atau mereka punya langganan took sendiri tidak harus dari tempat kami melakukan survey. Lebih tidak nyaman lagi untuk kota kecil seperti Banda Aceh ini toko material yang besar dapat dihitung dengan jari, dan disitulah tempat kami survey, dan itu-itu saja, secara otomatis mereka sedikit banyak pasti mengenali wajah-wajah kami yang hanya bertanya-bertanya saja tapi tak kunjung datang PO (Purchase Order)-nya. Disitulah timbul rasa malu dan tidak nyaman jika dilain waktu dan kesempatan harus bertemu atau butuh informasi harga terbaru dari mereka.
Selain masalah diatas, percikan-percikan kecil dalam hubungan pekerjaan ada juga terjadi baik sesama national staff maupun dengan international staff, dan itu lumrah terjadi selama masih dalam batas profesionalisme pekerjaan dan tidak merusak hubungan pertemanan. Apalagi dalam situasi kerja yang monoton terkadang juga dalam pressure tinggi dan scope project yang itu-itu saja dengan berbagai latarbelakang team dan asal daerah / negara. Ada sebuah peribahasa asing yang mengungkapkan hal ini “When You Bring a Single light of Peace It will Brighten up Where ever You Go”.
Namun terlepas dari itu, cerita nyata diatas saya anggap sebagai tantangan pekerjaan. Jika masih ingin bertahan disini, berarti harus melakukan dan melawatinya dengan baik tentunya sambil terus mengasah diri untuk terus melakukan perbaikan dan bertumbuh. Impian dan harapan akan masa depan yang lebih baik bersama keluarga adalah kekuatan untuk terus bertahan selain sebuah sabda Rasulullah SAW yang berbunyi kurang lebih “Tidak ada lain bagi laki-laki yang keluar dari rumah dan bekerja demi keluarganya selain diharamkan baginya api neraka”, InsyaAllah, Amin.
http://ekosupriyadi.blogspot.com/2009/01/kilas-balik-selama-35-tahun-menjadi.html
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment